Dilema Gaji UMR

Mungkin sudah tidak asing lagi di telinga kita dengan kata-kata, "tidak semua orang punya gaji, namun semua orang punya rezeki." Rezeki yang dimiliki dalam kehidupan ini, tentu saja bukan hanya beruba materi, diberikan tubuh yang sehat dan dikelilingi oleh orang-orang baik juga merupakan rezeki yang tak ternilai. Namun ditengah harga kebutuhan pokok yang kian hari makin membuat menjerit, memuat masyarakat termasuk saya sendiri harus mencari cara untuk bertahan hidup. Memang rezeki sudah diatur, tapi bukan berarti sebagai makhluk hidup tidak memiliki usaha untuk menggapainya. 

Gaji UMR (Upah Minimum Regional) merupakan, standar untuk bertahan hidup dalam sebulan di suatu kota, katanya. Nyatanya? Kami dengan penghasilan UMR hanya bertahan untuk makan seadanya saja, belum untuk kebutuhan harian lainnya seperti listrik, biaya kost, dan biaya lainnya. Untuk dapat menabung dana darurat saja, diperlukan pola hidup yang superrr hemat, belum lagi jika hendak memiliki hajat dikemudian hari yang menghabiskan biaya tidak sedikit.

Menurut saya gaji UMR memang standar untuk hidup, tapi standar individu dewasa. Belum bisa jika dijadikan standar pokok keluarga, apalagi jika memiliki anak banyak. Karena tidak bisa dipungkiri kalau biaya pendidikan saat ini tidak kalah membuat menjerit karena biayanya yang kian melejit. Saat ini bagi kawan-kawan yang memiliki pendapatan rentan UMR ini, saran saya sisihkan penghasilan untuk tabungan di masa depan dan dana darurat. Memang tidak mudah, tapi jika belum bisa meningkatkan penghasilan, alangkah lebih baiknya menurunkan pengeluaran. Semangat para karyawan. :)

Komentar