Rasa Syukur yang Diabaikan

Terkadang hidup membosankan yang selalu engkau keluhkan adalah impian bagi puluhan bahkan ribuan orang lain di luar sana. Pakaian yang bersih, makanan yang bergizi walau cuma itu-itu saja dan uang yang cukup, cukup untuk sekedar hidup seadanya sampai akhir bulan. 
Sebetulnya, tidak mengapa jika diri kita yang miskin secara lahir, namun akan menjadi masalah ketika kita miskin secara batin dan pemikiran. Orang-orang miskin selalu merasa tidak punya, sehingga mereka membeli sesuatu yang sebetulnya tidak begitu penting untuk memenuhi gengsi daripada dianggap tidak punya oleh sudut pandang orang lain. Padahal, membeli apa yang kita butuhkan adalah sesuatu yang seharusnya lebih dipikirkan dengan matang. Bukankah mengatur keuangan hanya semudah, jika tidak bisa memperbesar penghasilan maka perkecil pengeluaran. Ya semudah itu teorinya, namun prakteknya belum tentu bisa seperti itu.

Kalau sudah begitu mau menyalahkan siapa? Keadaan yang dialami saat ini ya harus dijalani. Hidup ini akan terasa menyenangkan jika kita lalui dengan rasa syukur. Meskipun tiap hari hanya makan telur, banyak orang di luar sana yang harus mengukur jalanan terlebih dahulu demi sesuap nasi yang selalu tidak kau habiskan dari piringmu. Betapa sia-sianya hidup ini jika dilalui dengan perasaan angkuh tanpa empati terhadap sesama.

Bukannya menuliskan kata-kata yang ngelantur. Tetapi walau harus berangkat kerja mulai dari matahari di sebelah timur hingga sinarnya meredup, gaji sebatas UMR (upah minimum regional) dan keringat yang terus mengucur selama bekerja, tak mengapa asal makan masih teratur harus tetap percaya jika suatu hari hidup bisa lebih makmur. Setidaknya jangan pernah takut untuk bermimpi, meskipun fiksi tak seindah kenyataan, setidaknya mimpi itu tidak memerlukan biaya untuk mengubah lelahmu menjadi senyum bahagia.

Komentar